Politik Keluarga Ala Jokowi, Lawan Menjadi Kawan-Kawan Menjadi Lawan

oleh -244 views

Oleh : Hasin, M.I.Kom*

Dunia politik memang sangat dinamis, apapun bisa terjadi, lawan bisa jadi kawan, begitupun sebaliknya kawan bisa juga jadi lawan. Di pilgub DKI tahun 2012 lalu Prabowo Subianto mendukung Jokowi, prabowo bergandengan tangan dalam sebuah partai koalisi untuk mengantarkan Jokowi menjadi orang nomor satu di ibu kota Jakarta.

Namun di pilpres 2014 Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla maju menjadi capres berhadapan dengan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Begitu juga saat ini pasangan Anis dan Muhaimin merupakan orang yang awalnya ada di dalam gerbong presiden Jokowi. Anis sebagai menteri pendidikan sedangkan Muhaimin sebagai ketua partai pendukung koalisi Jokowi.

Namun saat ini anis mencalonkan diri sebagai presiden berpasangan dengan Muhaimin atau yang dikenal dengan pasangan Amin sedangkan Jokowi dikabarkan mendukung pasangan Prabowo-Gibran.

Selain Anis Rasyid Baswedan yang merupakan mantan menteri di kabinet Jokowi, namun juga terdapat beberapa nama mantan menteri lainnya yang juga berada di tim nasional pemenangan pasangan Amin, mereka adalah :

Pertama Sudirman Said yang merupakan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jabatan itu ia emban sejak awal terbentuknya Kabinet Indonesia Kerja, 27 Oktober 2014, hingga 27 Juli 2016.

Sudirman said kemudian dicopot dari kursi Menteri ESDM oleh Jokowi bersamaan dengan pencopotan Anies dari posisi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

Sejak saat itu, hubungan Anies dan Sudirman kian erat. Usai Anies dan Sandiaga Uno memenangkan Pilkada DKI 2017, Sudirman dipercaya menjadi Ketua Tim Sinkronisasi pasangan tersebut.

Kedua, Thomas Trikasih Lembong dikenal sebagai mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Kabinet Kerja. Jokowi menunjuk Thomas sebagai Mendag pada 12 Agustus 2015, menggantikan politikus Partai Nasdem Rachmat Gobel.

Jabatan itu diemban tak sampai setahun lantaran pada reshuffle jilid II yakni 27 Juli 2016, Jokowi menugaskan Thomas untuk memimpin Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), lembaga yang kini dikenal dengan Kementerian Investasi.

Thomas dipercaya sebagai Kepala BKPM hingga akhir masa tugas Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla atau 23 Oktober 2019. Pada era pemerintahan Jokowi periode kedua, kursi Kepala BKPM/Menteri Investasi diisi oleh Bahlil Lahadalia. Lama tak terdengar kiprahnya di pemerintahan, Thomas ditunjuk sebagai wakil kapten 2 Timnas Pemenangan Anies-Muhaimin.

Tidak hanya cerita tentang Anis dan Jokowi, namun Jokowi dan Prabowo yang awalnya adalah lawan di pilpres 2014 dan pilpres 2019 namun akhirnya prabowo juga menjadi kawan di kabinet Jokowi sebagai menteri pertahanan.

Dan saat ini yang juga sedang hangat-hangatnya diperbincangkan adalah cerita perjalanan presiden Jokowi dan megawati. Dulu Jokowi mulai dari wali kota solo, hingga Gubernur DKI bahkan presiden dua priode dirinya berangkat dan didukung oleh partai PDIP yang ketua umumnya adalah ibu megawati Soekarno Putri, bahkan Gibran Rakabuming Raka anaknya Jokowi serta Bobby Nasution menantunya Jokowi memiliki jabatan politik didukung oleh PDIP juga.

Namun saat ini Jokowi dikabarkan mendukung Capres Prabowo Subianto yang menggandeng Gibran sebagai wakilnya, Sedangkan Megawati telah bulat mencalonkan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, serta masih banyak lagi cerita lainnya yang tidak mungkin selesai diceritakan dengan tulisan ini.

Bagi Jokowi politik hanyalah alat untuk berkompetisi, selebihnya harus saling rangkul dan bekerjasama untuk sebuah Negara tercinta yang namanya Indonesia.

Seperti yang disampaikan Jokowi dalam sambutannya di puncak perayaan HUT ke-59 Partai Golkar di Jakarta, Senin (6/11/2023) lalu bahwa dirinya berharap setelah penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti selesai semua peserta pilpres bisa bersatu dan rukun kembali. Ia pun menyebut, pilpres kali ini merupakan pertandingan antar anggota keluarga sendiri yang sama-sama ingin membangun negara.

“Setelah berkompetisi, saya setuju tadi Pak Prabowo bersatu kembali, rukun kembali. Ini adalah pertandingan antaranggota keluarga sendiri, antarsesama anak bangsa yang sama-sama ingin membangun negara kita Indonesia,” kata Jokowi.

Jokowi juga berpesan bagi yang menang untuk tidak sombong dan yang kalah tidak murka, kalah menang baginya hal yang biasa dalam sebuah kompetisi, lebih-lebih bagi negara yang menganut asas demokrasi.

Tidak hanya itu, bahkan menurut Jokowi punya hasrat menang dalam sebuah kompetisi merupakan hal yang wajar, namun beitu dirinya berharap para politikus bisa berkompetisi dengan sehat serta menunjukkan demokrasi yang berkualitas. Bukan politik yang  memecah belah bangsa, menjelekkan apalagi saling memfitnah yang endingnya harus berhadapan dengan proses hukum.

“Demokrasi yang ingin kita bangun adalah demokrasi yang membangun. Yang menghasilkan solusi terhadap masalah-masalah bangsa. Yang menghasilkan strategi, strategi untuk kemajuan bangsa,” ujar dia.

Bahkan Jokowi sempat mengaku kecewa karena sejauh ini menurutnya yang menonjol adalah drama politiknya. Padahal menurut jokowi seharusnya kompetisi politik harus menjadi panggung untuk adu gagasan dan ide yang melahirkan solusi agar negara ini bisa lebih maju dan hebat dimata dunia.

Dari pesan diatas, sebenarnya Presiden Jokowi ingin menyampaikan bahwa apapun partainya selama tujuan politiknya adalah kebaikan bangsa maka berkompetisilah dengan sehat, kompetisi gagasan yang memunculkan solusi untuk masalah bangsa, lalu kemudian siapapun pemenangnya harus bisa merangkul semua demi Indonesia bukan demi partai, apalagi golongan. Kita semua keluarga, yang Ingin membangun Indonesia bersama-sama. Maka bersatulah Demi Indonesia. Atau dalam kata lain berpolitiklah secukupnya, berkeluargalah selamanya, keluarga sebangsa dan setanah air Indonesia.

*Lulusan Magister Ilmu Komunikasi Unitomo, Pengajar di Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka Surabaya

No More Posts Available.

No more pages to load.