Banyak Pasien BPJS Tidak Dilayani di RSUD Syamrabu Bangkalan dan Terpaksa Bayar, Begini Tanggapan Ketua DKR Bangkalan

oleh -115 views

POSMEDIA.ID, Bangkalan,- Beberapa hari terakhir sempat ramai karena beberapa pasien BPJS tidak dapat melakukan rawat inap di RSUD Syamrabu Bangkalan sehingga harus pulang, dan beberapa terpaksa memutuskan untuk bayar sebagai pasien umum. Hal tersebut dikarenakan oleh penerapan aturan BPJS yang menegaskan bahwa 144 penyakit yang tidak dapat dirujuk ke rumah sakit Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). Hal tersebut lantas memicu reaksi masyarakat yang mengatakan bahwa percuma punya BPJS.

 

Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) kabupaten Bangkalan Muhyi meminta agar penerapan aturan tersebut tidak dilakukan serta merta dan seketika.

 

“Ini ya butuh sosialisasi, agar masyarakat bisa paham dengan aturan tersebut dan tidak menimbulkan masalah,” Ucapnya Senin (20/01/25).

 

Tidak hanya sosialisasi, penerapan aturan tersebut menurutnya penerapan aturan tersebut juga butuh dilakukan secara bertahap, agar jangan sampai ada masyarakat yang dirugikan.

 

“Penerapannya juga harus bertahap, jangan langsung ditolak dan disuruh pulang, jangan terlalu saklek, harus berkeadilan dan tidak diskriminatif agar sesuai dengan cita-cita awal dibentuknya jaminan kesehatan Nasional,” pungkasnya.

 

Seperti yang telah ditulis sebelumnya Direktur RSUD Syamrabu, dr. Farhat Surya Ningrat membenarkan prihal banyak pasien yang tidak bisa dilayani oleh rumah sakit karena adanya aturan baru dari BPJS. Dirinya mengatakan bahwa yang akan dilayani di rumah sakit adalah yang benar-benar butuh perawatan darurat.

 

“Jadi intinya mas, yang kerumah sakit itu, harus yang benar-benar butuh perawatan darurat,” ucapnya Senin (20/01/25).

 

Dirinya menganjurkan kepada masyarakat yang butuh perawatan untuk lebih dulu datang ke puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

 

“Jadi masyarakat ke puskesmas dulu, itu aturan dari BPJS seperti itu,” ungkapnya.

 

Ary Udiyanto Kepala Bagian SDM Umum & Komunikasi BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan menjelaskan bahwa 144 diagnosa tersebut bukan aturan BPJS.

 

“Jadi ini bukan aturan baru atau aturan dari BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan pelaksana regulasi dari regulator,” ucapnya menjelaskan Senin (20/01/25).

 

Dirinya melanjutkan bahwa 144 diagnosa ini memang seharusnya bisa dilakukan perawatan di layanan kesehatan FKTP.

 

“144 diagnosa ini masuk dalam standar kompetensi 4A untuk dokter umum, sesuai ketentuan KKI (Konsil Kedokteran Indonesia). Artinya, pada saat dokter umum tsb lulus dari universitas, secara standar kedokteran, seharusnya ybs diharapkan dapat melakukan tata laksana terhadap 144 diagnosa tersebut. Jadi seyogyanya, kasus yang masuk dalam 144 diagnosa tersebut, dapat ditangani di FKTP dimana dokter pemberi layanannya adalah dokter umum,” tegasnya.

 

Dirinya juga mengatakan bahwa jika semua pasien dirujuk maka akan berdampak pada pelayanan yang ada di FKTL.

 

“Kalau semua di rujuk dampaknya pertama Antrian apalagi jumlah rumah sakit tidak banyak, lebih banyak faskes tingkat 1, Biaya, Keluhan antrian dan seterusnya,” lanjutnya.

 

Bahkan dirinya menegaskan bahwa jika pasien tidak dilayani di FKTP karena alasan alat yang tidak memadai dan dokter yang tidak tersedia maka dirinya akan mengevaluasi FKTP tersebut.

 

“Jika tidak ditangani, karena isu sarana dan prasarana, pastinya akan kami deteksi saat kami melakukan rekredensialing (survey lapangan) sebelum perpanjangan kerjasama. Jika tidak sesuai dengan standar faskes kerjasama, tentunya kerjasama tidak kami perpanjang, atau kerjasama kami perpanjang dengan komitmen untuk pemenuhan sarana prasarana,” tegasnya lagi.

 

Namun begitu dirinya menjelaskan bahwa 144 yang tidak bisa dirujuk bukanlah aturan mutlak, namun ada pengecualian ketika kondisinya memang membutuhkan untuk dilakukan rujukan.

 

“144 diagnosa bukan mutlak tidak bisa dirujuk jika disertai kondisi TACC (Time, Age, Comorbidity, Complication),” pungkasnya.

 

Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) kabupaten Bangkalan Muhyi meminta agar penerapan aturan tersebut tidak dilakukan serta merta dan seketika.

 

“Ini yang butuh sosialisasi, agar masyarakat bisa paham dengan aturan tersebut dan tidak kaget,” Ucapnya.

 

Tidak hanya sosialisasi, penerapan aturan tersebut juga butuh dilakukan bertahap, agar jangan sampai ada masyarakat yang tidak terlayani dengan baik.

 

“Penerapannya juga harus bertahap, jangan langsung ditolak dan disuruh pulang, jangan terlalu saklek, harus berkeadilan dan tidak diskriminatif agar sesuai dengan cita-cita awal dibentuknya jaminan kesehatan Nasional,” pungkasnya. (Red)

No More Posts Available.

No more pages to load.