Nasional, Posmedia.id,- Sehari setelah dilantik menjadi menteri di kabinet merah putih Prabowo Subianto, tiga orang menteri ini langsung blunder dan menuai kontroversi di berbagai media. Tiga orang tersebut adalah Yusril Ihza Mahendra, Yandri Susanto dan Natalius Pigai.
Yusril Ihza Mahendra dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dinilai kontroversi karena mengatakan bahwa peristiwa kekerasan pada 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat.
Bahkan Yusril juga mengatakan bahwa tidak ada kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Air dalam beberapa puluh tahun terakhir.
“Pelanggaran HAM berat itu kan genosida, ethnic cleansing. Mungkin terjadi justru pada masa kolonial, pada waktu awal kemerdekaan kita (pada) 1960-an,” kata Yusril seusai pelantikan sebagai anggota Kabinet Merah Putih, nama kabinet Prabowo, Senin, 21 Oktober 2024 seperti yang dikutip media Tempo.
Yusril menilai tidak semua kejahatan HAM bisa disebut sebagai pelanggaran HAM berat meskipun kejahatan tersebut melanggar HAM.
Pernyataan Yusril dinilai kontroversi karena bertentangan dengan keputusan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang sudah menegaskan sebanyak 12 peristiwa kekerasan sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu.
Kontroversi yang kedua datang dari Yandri Susanto selaku Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri dinilai kontroversi karena setelah dua hari menjadi menteri dirinya langsung mengeluarkan surat undangan menggunakan kop dan stempel kementerian.
Disurat yang tersebar luas tersebut tertulis keterangan prihal acara undangan yaitu haul almarhumah ibunda Yandri yang ke-2, Hari Santri dan Tasyakuran.
Hal tersebut langsung mendapat tanggapan dari Mahfud MD karena dinilai menyalahi aturan, menurutnya kegiatan haul dan peringatan hari agama yang dilakukan di pondok pesantren masuk kategori kegiatan pribadi yang tidak seharusnya menggunakan kop resmi kementerian.
“Acara keluarga seperti haul Ibu dan peringatan hari agama di ponpes mestinya yang mengundang pribadi atau pengasuh ponpes. Tak boleh pakai kop dan stempel kementerian. Untuk ke depannya, hati-hati,” tulis Mahfud MD di akun X pribadinya. Sontak surat tersebut akhirnya viral dan menuai berbagai komentar dari netizen maupun masyarakat luas.
Kontroversi yang ketiga datang dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai. Dirinya menilai anggaran Rp 64 miliar yang didapatkan oleh kementeriannya tidak cukup untuk mewujudkan visi misinya Presiden Prabowo Subianto dibidang HAM.
“Tidak tersampaikan kinerja visi misi Presiden RI Prabowo Subianto,” ucap Pigai saat mengunjungi kantor barunya di Gedung Direktorat Jenderal HAM, Jakarta pada Senin, 21 Oktober 2024 seperti yang telah dikutip media Tempo.
Pigai berharap bisa mendapatkan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk kementeriannya.
“Saya maunya anggaran itu di atas Rp 20 triliun, tapi itu kan kalau negara itu ada kemampuan,” lanjutnya.
Anggaran tersebut menurutnya akan digunakan untuk membangun pembangunan HAM baik visik maupun non visik.
“Saya sudah bicara langsung dengan Kepala Bappenas dan saya sudah bicara Menteri Keuangan bahwa kami akan membangun pembangunan HAM, baik fisik dan non fisik,” tegasnya.
Sikap Natalius Pigai lantas menuai banyak komentar dari netizen maupun masyarakat umum secara luas, salah satu komentar muncul dari seorang aktivis Papua Veronica Koman. Dirinya menilai sikap Natalius Pigai kurang tepat bahkan layak untuk dipertanyakan.
“Menteri HAM dikasih anggaran 64M, protes, minta anggaran 20T. Katanya duit mau dipake buat membangun HAM. Gw sampe S2 belajar HAM belum pernah ketemu konsep pembangunan HAM. Mau buat ape luuuuu duit segituuuuu. Surem!,” tulisnya melalu status akun X miliknya. (Red)